Senin, 22 Juni 2015

Malnutrisi Energi Protein Berat


MALNUTRISI ENERGI PROTEIN


DEFINISI MALNUTRISI ENERGI PROTEIN
Menurut WHO, malnutrisi adalah ketidakseimbangan seluler antara ketersediaan nutrisi dan energy dengan kebutuhan tubuh yang diperlukan untuk pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi-fungsi khusus lainnya. Sementara, penggunaan istilah ‘malnutrisi energi protein’ mengacu pada sekelompok kelainan, yakni marasmus dan kwashiorkor. Marasmus disebabkan asupan protein dan kalori yang tidak adekuat. Kwasiorkor adalah asupan protein yang tidak adekuat, namun asupan kalorinya masih layak.  

KLASIFIKASI
Berdasarkan buku bagan tatalaksana gizi buruk dari Kementerian Kesehatan, status gizi dapat dibagi atas gizi lebih, gizi baik, gizi kurang, gizi buruk tanpa komplikasi, dan gizi buruk dengan komplikasi. Berdasarkan penilaian antopometri berat badan dibandingkan tinggi badan maupun panjang badan, gizi baik berada antara – 2 SD sampai 2 SD, sementara gizi lebih berada lebih dari 2 SD.

Gizi kurang bila berat badan dibanding tinggi badan berada antara -2 SD sampai dengan -3 SD ataupun untuk anak 6-59 bulan, ukuran lingkar lengan atas antara 11,5 cm sampai 12,5 cm. Pada gizi kurang, keadaan klinis baik, nafsu makan baik, dan tidak ditemukan edema.

Pada gizi buruk tanpa komplikasi, anak ditemukan sangat kurus. Dapat ditemukan edema minimal pada punggung tangan ataupun punggung kaki. Berat badan dibanding panjang badan ataupun tinggi badan berada di bawah – 3 SD. Ukuran lingkar lengan atas lbih kecil dari 11,5 cm untuk anak usia 6-59 bulan. Anak masih mempunyai nafsu makan yang baik dan tidak ditemukan komplikasi medis yang lain.

Sementara pada gizi buruk dengan komplikasi ditemukan gejala yang sama dengan anak gizi buruk namun disertai dengan komplikasi medis. Komplikasi medis tersebut antara lain anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, maupun penurunan kesadaran.

WHO sendiri membagi malnutrisi secara sederhana menjadi malnutrisi moderate dan severe dengan menggunakan tiga kriteria sederhana, yakni edema yang simetris, berat badan menurut tinggi badan, tinggi badan menurut umur. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1 Klasifikasi malnutrisi menurut WHO



Selain berdasarkan tingkat keparahan, malnutrisi energi protein dapat dibagi berdasarkan kumpulan bentuk klinis yang ditemukan, yakni tipe marasmik, kwashiorkor, dan marasmik-kwasiorkor.

PATOFISIOLOGI
Malnutrisi mempengaruhi setiap sistem organ. Protein dibutuhkan untuk menyediakan asam amino untuk sintesis protein tubuh dan bahan untuk menjalankan berbagai fungsi. Energi berperan penting dalam fungsi tubuh, dan micronutrient menjadi sesuatu yang esensial untuk berbagai fungsi metabolisme, seperti menjadi kofaktor dan bahan untuk proses enzimatik.


Pada marasmus, kurangnya asupan energi menyebabkan tubuh menggunakan cadangan lemak dan protein tubuh, sehingga penderita tampak kurus. Sementara, pada kwasiorkor, kurangnya protein menyebabkan penurunan sintesis dari protein viseral. Sebagai hasilnya, hipoalbuminemia berperan dalam akumulasi cairan ekstravaskular, seperti edema.

Kadar serum zink yang rendah berhubungan dengan ulserasi kulit pada banyak pasien. Sebuah penelitian menunjukan bahwa hanya anak dengan serum zink yang rendah yang menderita kelaianan kulit.

Kekurangan zat gizi makronutrien dan mikronutrien juga mempengaruhi imunitas. Ini yang menjelaskan mengapa banyak terjadi infeksi pada anak dengan gizi buruk. Selain itu, penelitian terakhir menunjukkan bahwa anak dengan malnutrisi juga mengalami perubahan perkembangan otak, termasuk pertumbuhan otak yang lambat, massa otak yang lebih ringan, penipisan korteks serebri, penurunan jumlah neuron, mielinisasi yang tidak sempurna. Gambaran ini memiliki kecenderungan mirip dengan retardasi mental.

Perubahan patologis lain yang bias ditemukan termasuk degenerasi lemak di hati dan jantung, atrofi usus halus, dan penurunan volume intravascular yang dapat menyebab hiperaldosterinisme. Perlemakan di hati disebabakan perubahan dari sintesis lipoprotein-B.

Skema perubahan patologis pada malnutrisi
 


DIAGNOSIS
Kriteri diagnosis yang sering dipakai adalah jika anak terlihat sangat kurus, edema nutrisional yang simetris, BB/TB < - 3 SD, ataupun lingkar lengan atas < 11,5 cm.
i.                    ANAMNESIS
Gejala yang mungkin dikeluhkan sebagai tanda malnutrisi energi protein adalah anak kurus, berat badan cenderung tidak bertambah, pertumbuhan linier yang lambat, perubahan perilaku seperti iritabilitas, apatis, anxietas, penurunan konsentrasi, dan berkurangnya respon sosial. Anak juga semakin sering menderita sakit dan tidak mau makan.
Beberapa hal tambahan yang perlu ditanyakan pada anamnesis antara lain:
·         Riwayat menyusui
·         Riwayata asupan makanan dan cairan yang dikonsumsi beberapa hari terakhir
·         Riwayat mata cekung pertama kali muncul
·         Durasi dan frekuensi muntah atau diare, konsistensi muntah atau diare tinja
·         Riwayat buang air kecil terakhir
·         Riwayat kontak dengan orang-orang dengan campak atau tuberkulosis
·         Riwayat adanya kematian saudara
·         Berat badan lahir
·         Milestones mencapai (duduk, berdiri, dll)
·         Imunisasi

ii.                  PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada malnutrisi energi protein ringan memberikan hasil berbeda dibanding malnutrisi energi protein berat. Pada malnutrisi energi protein ringan sering ditemukan anak tampak kurus. Pertumbuhan linier terhenti, berat badan tidak bertambahan bahkan dapat ditemukan berat badan turun. Ukuran lingkar lengan atas yang lebih kecil dari standar normal. Maturasi tulang terlambat. Rasio berat badan terhadap tinggi badan dapat ditemukan normal ataupun menurun. Tebal lipatan kulit dapat ditemukan normal ataupun berkurang. Aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat. Terkadang dapat ditemukan tanda anemis ringan.



Berikut pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada malnutrisi energi protein berikut.
·         Berat dan panjang atau tinggi berada di bawah – 3 SD
·         Edema
·         Hepatomegali, ikterus, borboritmik
·         Anemis berat
·         Tangan dan kaki dingin, denyut nadi radial lemah, kesadaran berkurang.
·         Suhu: hipotermia atau demam
·         Haus
·         Mata: lesi kornea indikasi kekurangan vitamin A
·         Telinga, mulut, tenggorokan: dapat ditemukan bukti infeksi
·         Kulit: bukti infeksi atau purpura
·         Tingkat pernapasan dan jenis respirasi: tanda-tanda pneumonia atau gagal jantung
Gejala yang ditemukan pada kwashiorkor berupa
·         Perubahan status mental sampai apatis
·         Anemis
·         Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut/rontok
·         Gangguan sistem gastrointestinal
·         Hepatomegali
·         Perubahan kulit; dermatosis, crazy pavement
·         Atrofi otot
·         Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh
Gejala yang dapat ditemukan pada marasmus berupa:
·         Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus
·         Perubahan status mental, cengeng
·         Kulit kering, dingin, mengendor, keriput, baggy pants
·         Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang
·         Terkadang ditemui bradikardia
·         Tekanan darah cenderung lebih rendah


iii.                PEMERIKSAAN PENUNJANG
WHO merekomendasikan beberapa pemeriksaan laboratorium berikut.
·         Kadar glukosa darah
·         Pemeriksaan hapusan darah
·         Hemoglobin
·         Pemeriksaan urinalisa dan kultur urin
·         Pemeriksaan feses secara mikroskopis untuk melihat telur maupun parasite
·         Serum albumin
·         Elektrolit
·         Pemeriksaan HIV yang didahului dengan konseling terhadap orangtua
IDAI dalam pedoman pelayanan menambahkan perlunya pemeriksaan lain, yakni tes mantoux, foto thorax, dan EKG. Pemeriksaan ini juga berguna untuk skoring TB pada anak, mengingat seringnya kejadian TB pada anak dengan gizi buruk.
TATALAKSANA
WHO membagi manajemen anak dengan gizi buruk menjadi tiga tahap.
1.       Fase stabilisasi (hari 1-2 & 3-7) : mengidentifkasi masalah yang mengancam jiwa dan dirawat di rumah sakit atau fasilitas perawatan khusus, koreksi berbagai defisiensi, memperbaiki metabolisme yang abnormal dan terapi makan dimulai.
2.      Fase rehabilitasi (minggu 2-6) : pemberian makan secara intensif diberikan untuk memulihkan sebagian besar berat badan yang hilang, stimulasi emosional dan stimulasi fisik meningkat, ibu atau pengasuh dilatih untuk perawatan berkelanjutan di rumah, dan persiapan yang dibuat untuk dirawat di rumah.
3.      Tindak lanjut (minggu 7-26) : setelah debit, anak dan keluarga anak diikuti untuk mencegah kambuh dan menjamin perkembangan fisik, mental dan emosional lanjutan dari anak.
Pada buku bagan tatalaksana anak gizi buruk, Kementerian Kesehatan membagi manajamen gizi buruk menjadi empat fase, yakni fase stabilisasi, transisi, rehabilitasi, dan tindak lanjut. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


Tabel 2 Jadwal pengobatan dan perawatan anak gizi buruk
 
Di Indonesia, dikenal 10 langkah gizi buruk yakni:
1.      Mencegah dan mengatasi hipoglikemia
2.      Mencegah dan mengatasi hipotermia
3.      Mencegah dan mengatasi dehidrasi
4.      Memperbaiki gangguang elektrolit
5.      Memberikan antibiotik
6.      Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro
7.      Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi
8.      Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
9.      Memberikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional
10.  Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah




1.      Mencegah dan mengatasi hipoglikemia
Hipoglikemia bila kadar gula darah < 54 mg/dl. Biasanya hipoglikemia pada gizi buruk ditandai dengan letargis, nadi lemah, dan kehilangan kesadaran. Tanda berkeringat dan pucat sangat jarang dijumpai.
Tatalaksana hipoglikemi ialah dengan menggunakan larutan glukosa 10%. Pada anak yang sadar, diberikan larutan baik secara oral maupun melalui intravena sebanyak 50 ml. Bila anak letargis, diberikan bolus sebanyak 5 ml/kgBB, dilanjut secara oral sebanyak 50 ml. Bila anak mengalami renjatan, diberikan RLD5% sebanyak 15 ml/kgBB selama satu jam, lalu dilanjutkan glukosa bolus intravena sebanyak 5 ml/kgBB.
2.      Mencegah dan mengatasi hipotermia.
Hipotermi bila suhu < 36°C. Hipotermia biasanya menyertai hipoglikemia. Penghangatan dapat dilakukan dengan metode kangguru ataupun dengan menggunakan lampu dengan jarak 50 cm dari tubuh anak. Suhu diukur setiap setengah jam dan dihentikan bila suhu telah mencapai 37°C.
3.      Mencegah dan mengatasi dehidrasi
Tanda-tanda dehidrasi berupa letargis, gelisah dan rewel, tidak ada air mata, mata cekung, mulut dan lidah kering, haus, dan turgor kulit lambat. Terapi biasanya menggunakan cairan Resomal (Rehydration Solution for Malnutrition) dengan jumlah 5 cc/kgBB/30’ selama 2 jam oral/NGT, kemudian dilanjutkan dengan 5-10 cc/kgBB/jam selama 4-10 jam.
4.      Memperbaiki gangguan elektrolit
Gangguan elektrolit biasanya ditangani dengan pemberian mineral mix. Mineral mix mengandung zink, kalium, natrium, magnesium, dan kuprum. Biasanya sudah tercampur dalam susu F75 ataupun F100.
5.      Pemberian antibiotik dan penanganan infeksi lainnya
Antibiotik diberikan pada anak yang terinfeksi dan tidak menunjukkan tanda infeksi sekalipun. Bila tidak ditemukan tanda infeksi, pilihan antibiotic adalah kotrimoksazol (25:5/kgBB) dua kali sehari selama lima hari. Bila ditemukan komplikasi, diberikan ampicillin dan gentamicin. Ampicillin diberikan secara intramuskular maupun intravena sebanyak 50 mg/kgBB setiap 6 jam selama 2 hari, kemudia dilanjutan dengan Amoxicillin 15 mg/kgBB secara oral setiap 8 jam selama 5 hari. Gentamicin diberikan secara intramuskular ataupun intravena sebanyak 7,5 mg/kgBB satu kali setiap hari selama 7 hari.
Bila dilakukan pemeriksaan tinja mikroskopik yang hasilnya positif, maka diare dapat ditangani dengan pemebrian Metronidazole 30-50 mg/kgB/hari selama 7-10 hari. Pemberian OAT diindikasikan dengan menegakkan diagnosis menggunakan skoring TB pada anak.
6.      Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro
Zat gizi mikro antara lain besi, vitamin A, vitamin B kompleks, vitamin C, asam folat. Tablet besi diberikan setelah 2 minggu (setelah fase stabilisasi). Kapsul vitamin A bila tidak ada gejala diberikan 1 kapsul pada hari pertama, bila ada gejala diberikan 1 kapsul/hari pada hari ke 1,2 dan 15 sesuai dosis usia. Untuk usia < 6 bulan sebanyak 50.000 iu, 6-11 bulan 100.000 iu, dan di atas 1 tahun 200.000 iu. Vitamin B kompleks diberkan 1 tablet setiap harinya. Vitamin C untuk berat badan < 5 kg sebanyak 50 mg/hari (1 tablet), berat badan > 5 kg 100 mg/hari (2 tablet). Asam folat diberikan 5 mg di hari pertama, dilanjut dengan 1 mg/hari.
7.      Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi
Jumlah cairan yang diberikan pada fase stabilisasi adalah sebanyak 130 ml/kgBB/hari dengan menggunakan susu formula yang hipoosmolar (F 75).  Namun, bila ditemukan edema berat (anasarka), maka cairan yang diberikan tidak lebih dari 100ml/kgBB. Protein yang diberikan 1-1,5 gr/kgBB/hari.
Untuk fase transisi diberikan bertahap dari F 75 – F 100. Jumlah kebutuhan cairan ditingkatkan menjadi 150 ml/kgBB/hari. Protein yang diberikan 2-3 gr/kgBB/hari.
8.      Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
Energi yang diberikan selama fase ini sebanyak 150-220 kkal/kgBB/hari. Kebutuhan ini dapat dibagi dalam susu F100 ditambah dengan makanan bayi ataupun anak sesuai umur.
9.      Stimulasi sensorik dan dukungan emosional pada anak gizi buruk.
Stimulasi sensorik dan dukungan emosional dapat dilakukan dengan memberikan kasih sayang, menciptakan lingkungan yang ceria, terapi bermain, aktivitas fisik, dan intervensi ibu dalam mengurus anak.
10.  Tindak lanjut dirumah
Edukasi orangtua ataupun pengasuh mengenai cara menyediakan asupan gizi sesuai dengan umur serta terus memperhatikan pertumbuhan anak dan juga kontrol rutin sesuai jadwal yang ditentukan.
Indikasi rawat inap adalah anak gizi buruk dengan komplikasi dan anak gizi kurang dengan penyakit berat. Gizi buruk dengan komplikasi menggunakan penerapan 10 langkah dan 5 kondisi tatalaksana anak gizi buruk. Sementara gizi kurang dengan penyakit berat ditatalaksana dengan penambahan energi dan protein 20-25 % dari Angka Kecukupan Gizi Anak dan tentunya pengobatan penyakit. Gizi buruk tanpa komplikasi ataupun gizi kurang dengan penyakit ringan cukup dirawat jalan.


FOLLOW UP
Kriteria sembuh bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis. Anak dapat dipulangkan bila memenuhi kriteria pulang sebagai berikut :
o   Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif
o   BB/PB atau BB/TB > -3 SD
o   Komplikasi sudah teratasi
o   Ibu telah mendapat konseling gizi
o   Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kg BB/minggu selama 2 minggu berturut-turut
o   Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.
Orangtua ataupun pengasuh disarankan untuk memberikan makanan dalam porsi kecil dan sering disesuaikan dengan umur. Pemberian imunisasi dasar ataupun ulangan serta pemberian vitamin A (setiap 6 bulan) harus dilakukan secara teratur. Anak harus kontrol secara tertatur sesuai dengan jadwal berikut.
·         Bulan I : 1x seminggu
·         Bulan II : 1 x /2 minggu
·         Bulan III – VI : 1x/bulan

Malnutrisi energi protein yang disertai dengan gagal tumbuh serta tingkat hipoproteinemia, hipoalbuminemia, dan gangguan elektrolit yang berat sering menyebabkan prognosis yang lebih jelek. Adanya infeksi HIV juga memperburuk prognosis.

REFERENSI
Kemenkes.2011.Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk: Buku I. Edisi VI. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Kemenkes.2011.Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk: Buku II. Edisi VII. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Pudjiadi, A.H.,dkk. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Available from: http://idai.or.id/downloads/PPM/Buku-PPM.pdf [Accessed: 21 Juni 2015]
World Health Organization.1999. Management of Severe Malnutrition: A Manual for Physicians and Other Senior Health Workers. Available from: http://www.who.int/nutrition/publications/en/manage_severe_malnutrition_eng.pdf [Accessed: 21 Juni 2015]
Scheinfeld,N.S. 2015. Protein-Energy Malnutrition. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1104623­overview [Accessed: 21 Juni 2015]
Shashidhar, HR. 2014. Malnutrition. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/985140­overview [Accessed: 21 Juni 2015]