MALNUTRISI ENERGI PROTEIN
DEFINISI MALNUTRISI ENERGI
PROTEIN
Menurut
WHO, malnutrisi adalah ketidakseimbangan seluler antara ketersediaan nutrisi
dan energy dengan kebutuhan tubuh yang diperlukan untuk pertumbuhan,
pemeliharaan, dan fungsi-fungsi khusus lainnya. Sementara, penggunaan istilah
‘malnutrisi energi protein’ mengacu pada sekelompok kelainan, yakni marasmus
dan kwashiorkor. Marasmus disebabkan asupan protein dan kalori yang tidak
adekuat. Kwasiorkor adalah asupan protein yang tidak adekuat, namun asupan
kalorinya masih layak.
KLASIFIKASI
Berdasarkan
buku bagan tatalaksana gizi buruk dari Kementerian Kesehatan, status gizi dapat
dibagi atas gizi lebih, gizi baik, gizi kurang, gizi buruk tanpa komplikasi,
dan gizi buruk dengan komplikasi. Berdasarkan penilaian antopometri berat badan
dibandingkan tinggi badan maupun panjang badan, gizi baik berada antara – 2 SD
sampai 2 SD, sementara gizi lebih berada lebih dari 2 SD.
Gizi
kurang bila berat badan dibanding tinggi badan berada antara -2 SD sampai
dengan -3 SD ataupun untuk anak 6-59 bulan, ukuran lingkar lengan atas antara
11,5 cm sampai 12,5 cm. Pada gizi kurang, keadaan klinis baik, nafsu makan
baik, dan tidak ditemukan edema.
Pada
gizi buruk tanpa komplikasi, anak ditemukan sangat kurus. Dapat ditemukan edema
minimal pada punggung tangan ataupun punggung kaki. Berat badan dibanding
panjang badan ataupun tinggi badan berada di bawah – 3 SD. Ukuran lingkar
lengan atas lbih kecil dari 11,5 cm untuk anak usia 6-59 bulan. Anak masih
mempunyai nafsu makan yang baik dan tidak ditemukan komplikasi medis yang lain.
Sementara
pada gizi buruk dengan komplikasi ditemukan gejala yang sama dengan anak gizi
buruk namun disertai dengan komplikasi medis. Komplikasi medis tersebut antara
lain anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat
tinggi, maupun penurunan kesadaran.
WHO
sendiri membagi malnutrisi secara sederhana menjadi malnutrisi moderate dan
severe dengan menggunakan tiga kriteria sederhana, yakni edema yang simetris,
berat badan menurut tinggi badan, tinggi badan menurut umur. Lebih lengkapnya
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel
1 Klasifikasi malnutrisi menurut WHO
Selain
berdasarkan tingkat keparahan, malnutrisi energi protein dapat dibagi
berdasarkan kumpulan bentuk klinis yang ditemukan, yakni tipe marasmik,
kwashiorkor, dan marasmik-kwasiorkor.
PATOFISIOLOGI
Malnutrisi
mempengaruhi setiap sistem organ. Protein dibutuhkan untuk menyediakan asam
amino untuk sintesis protein tubuh dan bahan untuk menjalankan berbagai fungsi.
Energi berperan penting dalam fungsi tubuh, dan micronutrient menjadi sesuatu
yang esensial untuk berbagai fungsi metabolisme, seperti menjadi kofaktor dan
bahan untuk proses enzimatik.
Pada
marasmus, kurangnya asupan energi menyebabkan tubuh menggunakan cadangan lemak
dan protein tubuh, sehingga penderita tampak kurus. Sementara, pada kwasiorkor,
kurangnya protein menyebabkan penurunan sintesis dari protein viseral. Sebagai
hasilnya, hipoalbuminemia berperan dalam akumulasi cairan ekstravaskular,
seperti edema.
Kadar
serum zink yang rendah berhubungan dengan ulserasi kulit pada banyak pasien.
Sebuah penelitian menunjukan bahwa hanya anak dengan serum zink yang rendah
yang menderita kelaianan kulit.
Kekurangan
zat gizi makronutrien dan mikronutrien juga mempengaruhi imunitas. Ini yang
menjelaskan mengapa banyak terjadi infeksi pada anak dengan gizi buruk. Selain
itu, penelitian terakhir menunjukkan bahwa anak dengan malnutrisi juga
mengalami perubahan perkembangan otak, termasuk pertumbuhan otak yang lambat,
massa otak yang lebih ringan, penipisan korteks serebri, penurunan jumlah
neuron, mielinisasi yang tidak sempurna. Gambaran ini memiliki kecenderungan
mirip dengan retardasi mental.
Perubahan
patologis lain yang bias ditemukan termasuk degenerasi lemak di hati dan
jantung, atrofi usus halus, dan penurunan volume intravascular yang dapat
menyebab hiperaldosterinisme. Perlemakan di hati disebabakan perubahan dari
sintesis lipoprotein-B.
Skema
perubahan patologis pada malnutrisi
DIAGNOSIS
Kriteri
diagnosis yang sering dipakai adalah jika anak terlihat sangat kurus, edema
nutrisional yang simetris, BB/TB < - 3 SD, ataupun lingkar lengan atas <
11,5 cm.
i.
ANAMNESIS
Gejala
yang mungkin dikeluhkan sebagai tanda malnutrisi energi protein adalah anak
kurus, berat badan cenderung tidak bertambah, pertumbuhan linier yang lambat,
perubahan perilaku seperti iritabilitas, apatis, anxietas, penurunan
konsentrasi, dan berkurangnya respon sosial. Anak juga semakin sering menderita
sakit dan tidak mau makan.
Beberapa
hal tambahan yang perlu ditanyakan pada anamnesis antara lain:
·
Riwayat menyusui
·
Riwayata asupan makanan dan cairan yang dikonsumsi beberapa hari terakhir
·
Riwayat mata cekung pertama kali muncul
·
Durasi dan frekuensi muntah atau diare, konsistensi muntah atau diare
tinja
·
Riwayat buang air kecil terakhir
·
Riwayat kontak dengan orang-orang dengan campak atau tuberkulosis
·
Riwayat adanya kematian saudara
·
Berat badan lahir
·
Milestones mencapai (duduk, berdiri, dll)
·
Imunisasi
ii.
PEMERIKSAAN
FISIK
Pemeriksaan
fisik pada malnutrisi energi protein ringan memberikan hasil berbeda dibanding
malnutrisi energi protein berat. Pada malnutrisi energi protein ringan sering
ditemukan anak tampak kurus. Pertumbuhan linier terhenti, berat badan tidak
bertambahan bahkan dapat ditemukan berat badan turun. Ukuran lingkar lengan
atas yang lebih kecil dari standar normal. Maturasi tulang terlambat. Rasio
berat badan terhadap tinggi badan dapat ditemukan normal ataupun menurun. Tebal
lipatan kulit dapat ditemukan normal ataupun berkurang. Aktivitas dan perhatian
berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat. Terkadang dapat ditemukan tanda
anemis ringan.
Berikut
pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada malnutrisi energi protein berikut.
·
Berat dan panjang atau tinggi berada di bawah – 3 SD
·
Edema
·
Hepatomegali, ikterus, borboritmik
·
Anemis berat
·
Tangan dan kaki dingin, denyut nadi radial lemah, kesadaran berkurang.
·
Suhu: hipotermia atau demam
·
Haus
·
Mata: lesi kornea indikasi kekurangan vitamin A
·
Telinga, mulut, tenggorokan: dapat ditemukan bukti infeksi
·
Kulit: bukti infeksi atau purpura
·
Tingkat pernapasan dan jenis respirasi: tanda-tanda pneumonia atau gagal
jantung
Gejala
yang ditemukan pada kwashiorkor berupa
·
Perubahan status mental sampai apatis
·
Anemis
·
Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut/rontok
·
Gangguan sistem gastrointestinal
·
Hepatomegali
·
Perubahan kulit; dermatosis, crazy pavement
·
Atrofi otot
·
Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh
Gejala
yang dapat ditemukan pada marasmus berupa:
·
Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus
·
Perubahan status mental, cengeng
·
Kulit kering, dingin, mengendor, keriput, baggy pants
·
Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang
·
Terkadang ditemui bradikardia
·
Tekanan darah cenderung lebih rendah
iii.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
WHO
merekomendasikan beberapa pemeriksaan laboratorium berikut.
·
Kadar glukosa darah
·
Pemeriksaan hapusan darah
·
Hemoglobin
·
Pemeriksaan urinalisa dan kultur urin
·
Pemeriksaan feses secara mikroskopis untuk melihat telur maupun parasite
·
Serum albumin
·
Elektrolit
·
Pemeriksaan HIV yang didahului dengan konseling terhadap orangtua
IDAI
dalam pedoman pelayanan menambahkan perlunya pemeriksaan lain, yakni tes
mantoux, foto thorax, dan EKG. Pemeriksaan ini juga berguna untuk skoring TB
pada anak, mengingat seringnya kejadian TB pada anak dengan gizi buruk.
TATALAKSANA
WHO
membagi manajemen anak dengan gizi buruk menjadi tiga tahap.
1.
Fase stabilisasi (hari 1-2 &
3-7) : mengidentifkasi masalah yang mengancam jiwa dan dirawat di rumah sakit
atau fasilitas perawatan khusus, koreksi berbagai defisiensi, memperbaiki
metabolisme yang abnormal dan terapi makan dimulai.
2.
Fase rehabilitasi (minggu 2-6) : pemberian makan secara intensif
diberikan untuk memulihkan sebagian besar berat badan yang hilang, stimulasi
emosional dan stimulasi fisik meningkat, ibu atau pengasuh dilatih untuk
perawatan berkelanjutan di rumah, dan persiapan yang dibuat untuk dirawat di
rumah.
3.
Tindak lanjut (minggu 7-26) : setelah debit, anak dan keluarga anak
diikuti untuk mencegah kambuh dan menjamin perkembangan fisik, mental dan
emosional lanjutan dari anak.
Pada buku bagan tatalaksana anak gizi buruk, Kementerian Kesehatan membagi
manajamen gizi buruk menjadi empat fase, yakni fase stabilisasi, transisi,
rehabilitasi, dan tindak lanjut. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 2 Jadwal pengobatan dan perawatan anak gizi buruk
Di
Indonesia, dikenal 10 langkah gizi buruk yakni:
1.
Mencegah dan mengatasi hipoglikemia
2.
Mencegah dan mengatasi hipotermia
3.
Mencegah dan mengatasi dehidrasi
4.
Memperbaiki gangguang elektrolit
5.
Memberikan antibiotik
6.
Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro
7.
Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi
8.
Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
9.
Memberikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional
10.
Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah
1.
Mencegah dan mengatasi hipoglikemia
Hipoglikemia bila kadar gula darah < 54 mg/dl. Biasanya hipoglikemia
pada gizi buruk ditandai dengan letargis, nadi lemah, dan kehilangan kesadaran.
Tanda berkeringat dan pucat sangat jarang dijumpai.
Tatalaksana hipoglikemi ialah dengan menggunakan larutan glukosa 10%.
Pada anak yang sadar, diberikan larutan baik secara oral maupun melalui
intravena sebanyak 50 ml. Bila anak letargis, diberikan bolus sebanyak 5
ml/kgBB, dilanjut secara oral sebanyak 50 ml. Bila anak mengalami renjatan,
diberikan RLD5% sebanyak 15 ml/kgBB selama satu jam, lalu dilanjutkan glukosa
bolus intravena sebanyak 5 ml/kgBB.
2.
Mencegah dan mengatasi hipotermia.
Hipotermi bila suhu < 36°C. Hipotermia biasanya menyertai
hipoglikemia. Penghangatan dapat dilakukan dengan metode kangguru ataupun
dengan menggunakan lampu dengan jarak 50 cm dari tubuh anak. Suhu diukur setiap
setengah jam dan dihentikan bila suhu telah mencapai 37°C.
3.
Mencegah dan mengatasi dehidrasi
Tanda-tanda dehidrasi berupa letargis, gelisah dan rewel, tidak ada air
mata, mata cekung, mulut dan lidah kering, haus, dan turgor kulit lambat.
Terapi biasanya menggunakan cairan Resomal (Rehydration
Solution for Malnutrition) dengan jumlah 5 cc/kgBB/30’ selama 2 jam
oral/NGT, kemudian dilanjutkan dengan 5-10 cc/kgBB/jam selama 4-10 jam.
4.
Memperbaiki gangguan elektrolit
Gangguan elektrolit biasanya ditangani dengan pemberian mineral mix.
Mineral mix mengandung zink, kalium, natrium, magnesium, dan kuprum. Biasanya
sudah tercampur dalam susu F75 ataupun F100.
5.
Pemberian antibiotik dan penanganan infeksi lainnya
Antibiotik diberikan pada anak yang terinfeksi dan tidak menunjukkan
tanda infeksi sekalipun. Bila tidak ditemukan tanda infeksi, pilihan antibiotic
adalah kotrimoksazol (25:5/kgBB) dua kali sehari selama lima hari. Bila
ditemukan komplikasi, diberikan ampicillin dan gentamicin. Ampicillin diberikan
secara intramuskular maupun intravena sebanyak 50 mg/kgBB setiap 6 jam selama 2
hari, kemudia dilanjutan dengan Amoxicillin 15 mg/kgBB secara oral setiap 8 jam
selama 5 hari. Gentamicin diberikan secara intramuskular ataupun intravena
sebanyak 7,5 mg/kgBB satu kali setiap hari selama 7 hari.
Bila dilakukan pemeriksaan tinja mikroskopik yang hasilnya positif, maka
diare dapat ditangani dengan pemebrian Metronidazole 30-50 mg/kgB/hari selama
7-10 hari. Pemberian OAT diindikasikan dengan menegakkan diagnosis menggunakan
skoring TB pada anak.
6.
Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro
Zat gizi mikro antara lain besi, vitamin A, vitamin B kompleks, vitamin
C, asam folat. Tablet besi diberikan setelah 2 minggu (setelah fase stabilisasi).
Kapsul vitamin A bila tidak ada gejala diberikan 1 kapsul pada hari pertama,
bila ada gejala diberikan 1 kapsul/hari pada hari ke 1,2 dan 15 sesuai dosis
usia. Untuk usia < 6 bulan sebanyak 50.000 iu, 6-11 bulan 100.000 iu, dan di
atas 1 tahun 200.000 iu. Vitamin B kompleks diberkan 1 tablet setiap harinya.
Vitamin C untuk berat badan < 5 kg sebanyak 50 mg/hari (1 tablet), berat
badan > 5 kg 100 mg/hari (2 tablet). Asam folat diberikan 5 mg di hari
pertama, dilanjut dengan 1 mg/hari.
7.
Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi
Jumlah cairan yang diberikan pada fase stabilisasi adalah sebanyak 130
ml/kgBB/hari dengan menggunakan susu formula yang hipoosmolar (F 75). Namun, bila ditemukan edema berat (anasarka),
maka cairan yang diberikan tidak lebih dari 100ml/kgBB. Protein yang diberikan
1-1,5 gr/kgBB/hari.
Untuk fase transisi diberikan bertahap dari F 75 – F 100. Jumlah
kebutuhan cairan ditingkatkan menjadi 150 ml/kgBB/hari. Protein yang diberikan
2-3 gr/kgBB/hari.
8.
Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
Energi yang diberikan selama fase ini sebanyak 150-220 kkal/kgBB/hari.
Kebutuhan ini dapat dibagi dalam susu F100 ditambah dengan makanan bayi ataupun
anak sesuai umur.
9.
Stimulasi sensorik dan dukungan emosional pada anak gizi buruk.
Stimulasi sensorik dan dukungan emosional dapat dilakukan dengan
memberikan kasih sayang, menciptakan lingkungan yang ceria, terapi bermain,
aktivitas fisik, dan intervensi ibu dalam mengurus anak.
10.
Tindak lanjut dirumah
Edukasi
orangtua ataupun pengasuh mengenai cara menyediakan asupan gizi sesuai dengan
umur serta terus memperhatikan pertumbuhan anak dan juga kontrol rutin sesuai
jadwal yang ditentukan.
Indikasi
rawat inap adalah anak gizi buruk dengan komplikasi dan anak gizi kurang dengan
penyakit berat. Gizi buruk dengan komplikasi menggunakan penerapan 10 langkah
dan 5 kondisi tatalaksana anak gizi buruk. Sementara gizi kurang dengan
penyakit berat ditatalaksana dengan penambahan energi dan protein 20-25 % dari
Angka Kecukupan Gizi Anak dan tentunya pengobatan penyakit. Gizi buruk tanpa
komplikasi ataupun gizi kurang dengan penyakit ringan cukup dirawat jalan.
FOLLOW UP
Kriteria
sembuh bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis. Anak dapat
dipulangkan bila memenuhi kriteria pulang sebagai berikut :
o
Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif
o
BB/PB atau BB/TB > -3 SD
o
Komplikasi sudah teratasi
o
Ibu telah mendapat konseling gizi
o
Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kg BB/minggu selama 2 minggu berturut-turut
o
Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.
Orangtua
ataupun pengasuh disarankan untuk memberikan makanan dalam porsi kecil dan
sering disesuaikan dengan umur. Pemberian imunisasi dasar ataupun ulangan serta
pemberian vitamin A (setiap 6 bulan) harus dilakukan secara teratur. Anak harus
kontrol secara tertatur sesuai dengan jadwal berikut.
·
Bulan
I : 1x seminggu
·
Bulan
II : 1 x /2 minggu
·
Bulan
III – VI : 1x/bulan
Malnutrisi
energi protein yang disertai dengan gagal tumbuh serta tingkat hipoproteinemia,
hipoalbuminemia, dan gangguan elektrolit yang berat sering menyebabkan
prognosis yang lebih jelek. Adanya infeksi HIV juga memperburuk prognosis.
REFERENSI
Kemenkes.2011.Bagan
Tatalaksana Anak Gizi Buruk: Buku I. Edisi VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan.
|
Kemenkes.2011.Bagan
Tatalaksana Anak Gizi Buruk: Buku II. Edisi VII. Jakarta: Departemen
Kesehatan.
|
Pudjiadi, A.H.,dkk. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Available
from: http://idai.or.id/downloads/PPM/Buku-PPM.pdf [Accessed: 21 Juni 2015]
|
World Health Organization.1999. Management of Severe Malnutrition: A Manual for Physicians and Other
Senior Health Workers. Available from: http://www.who.int/nutrition/publications/en/manage_severe_malnutrition_eng.pdf
[Accessed: 21 Juni
2015]
|
Scheinfeld,N.S. 2015. Protein-Energy Malnutrition. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1104623overview [Accessed: 21 Juni 2015]
|
Shashidhar, HR. 2014. Malnutrition. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/985140overview [Accessed: 21 Juni
2015]
|